El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Di Indonesia, angin monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang.
Gilbart Walker yang mengemukaan tentang El Nino dan sekarang dikenal dengan Sirkulasi Walker yaitu sirkulasi angin Timur-Barat di atas Perairan Pasifik Tropis. Sirkulasi ini timbul karena perbedaan temperatur di atas perairan yang luas pada daerah tersebut.
A.)Perairan sepanjang pantai China dan Jepang, atau Carolina Utara dan Virginia, lebih hangat dibandingkan dengan perairan sepanjang pantai Portugal dan California. Sedangkan perairan disekitar wilayah Indonesia lebih banyak dari pada perairan disekitar Peru, Chile dan Ekuador.
B.) Perbedaan temperatur lautan di arah Timur – Barat ini menyebabkan perbedaan tekanan udara permukaan di antara tempat – tempat tersebut.
C.) Udara bergerak naik di wilayah lautan yang lebih hangat dan bergerak turun di wilayah lautan yang lebih dingin. Dan itu menyebabkan aliran udara di lapisan permukaan bergerak dari Timurk-Barat.
Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca global
a) Angin pasat timuran melemah
b) Sirkulasi Monsoon melemah
c) Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan amerika Selatan bagian Utara. Cuaca di daerah ini cenderung lebih dingin dan kering.
d) Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat serta wilayah Argentina. Cuaca cenderung hangat dan lembab.
Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca Indonesia
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
El Nino pernah menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Curah hujan berkurang dan keadaan bertambah menjadi lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya.
Disektor irigasi, hasil kajian menyebutkan bahwa kondisi beberapa DAS di Indonesia cukup kritis dan jumlahnya semakin banyak, khususnya di Jawa. Berdasrkan analisis terhadap data debit minimum dan maksimum dari 52 sungai yang tersebar di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke terlihat bahwa jumlah sungai yang debit minimumnya berpotensi untuk menimbulkan masalah kekeringan meningkat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah aliran sungai di wilayah Indonesia setelah tahun 1990- banyak yang sudah mengalami degradasi sehingga adanya penyimpangan iklim dalam bentuk penurunan atau peningkatan hujan jauh dari normal akan langsung menimbulkan penurunan atau peningkatan yang tajam dari debit minimum atau debit maksimum (kekeringan hidrologis).
Disektor perikanan dan kelautan, hasil tangkapan ikan pada tahun-tahun el nino juga dilaporkan menurun. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut ketersediaan pakan bagi ikan (plankton) juga berkurang. Selain itu banyak terumbu karang yang mengalami keputihan (coral bleaching) akibat terbatasnya alga yang merupakan sumber makanan dari terumbu karang karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut. Memanasnya air laut juga akan menggangu kehidupan jenis ikan tertentu yang sensitif terhadap naiknya suhu laut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya migrasi ikan ke perairan lain yang lebih dingin.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro Budiati Harijono, mengemukakan, dampak El Nino akan dirasakan signifikan di Indonesia hanya dengan satu syarat, yakni jika suhu permukaan laut Indonesia yang mendingin. Sesuai dengan teori hukum fisika dasar, angin berembus dari daerah yang bertekanan udara tinggi (lebih dingin) ke daerah bertekanan udara rendah (lebih panas).
Karena suhu permukaan laut di Pasifik menghangat atau naik yang berarti bertekanan rendah, maka jika daerah-daerah di sekitar Pasifik (termasuk Indonesia) memiliki suhu muka laut yang dingin, maka angin termasuk uap air dari Indonesia akan ditarik ke Pasifik. Akibatnya tentu saja bisa diketahui, yakni terjadinya musim kemarau yang sangat kering.
Namun, dampak ini tidak akan berlaku, jika suhu permukaan laut Indonesia juga menghangat. “Jadi kalau dua-duanya menghangat, berarti tidak terjadi perbedaan tekanan udara. Jadi, meskipun El Nino kuat, tidak akan berpengaruh signifikan untuk Indonesia,” katanya.
BMKG memprediksi periodidasi kekuatan El Nino. Untuk bulan Juli hingga Agustus 2009, El Nino masuk kategori lemah, bulan September, Oktober, dan November 2009 kategori moderate (sedang), dan Desember 2009 sampai Januari 2010, kekuatan El Nino akan mencapai puncaknya dengan kategori kuat.
La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejala El Nino.
Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina karena mungkin bisa terjadi banjir. Sejak kemerdekaan di Indonesia, telah terjadi 8 kali La Nina, yaitu tahun 1950, 1955, 1970, 1973, 1975, 1988, 1995 dan 1999.
Ketika La Nina kolam panas (bagian laut yang suhunya tinggi) bergerak masuk ke arah Indonesia bagian timur dan demikian juga anginya berhembus lebih kuat ke arah Indonesia sehingga laut di Indonesia timur meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan yang lebih banyak dan terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan (kumulus), sehingga daerah Indonesia khususnya bagian timur akan curah hujanya di atas normal.
Sebaliknya ketika El Nino kolam panasnya bergerak menjauhi Indonesia sehingga yang banyak hujan ialah di laut Pasifik, sedangkan daerah Indonesia, khususnya bagian timur curah hujanya berkurang. Indonesia mengalami kekeringan. Proses El Nino dan La Nina ini dapat diperlihatkan ada hubunganya dengan aktivitas matahari dan sinar kosmik.
Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya SPL (suhu permukaan laut) di zona Nino 3.4 (anomali negatif) sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Karena sifatnya yang dingin ini, kedatangannya juga dapat menimbulkan petaka di berbagai kawasan khatulistiwa, termasuk Indonesia. Curah hujan berlebihan yang menyertai kedatangan La Nina dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, dua “lakon” di panggung Samudera Pasifik ini sama-sama menakutkan. Yang satu menyebar petaka kekeringan, sementara yang lain memberi ancaman banjir.
1. Kondisi La Nina
Pada tahun La Nina jumlah air laut bertemperatur rendah yang mengalir di sepanjang Pantai Selatan Amerika dan Pasifik Timur meningkat. Wilayah Pasifik Timur dan Tengah menjadi lebih dingin dari Pasifik Barat.
Ketika terjadi La Nina :
- Angin passat Timuran menguat, sehingga massa udara dingin meluas hingga Samudera Pasifik bagian tengah dan Timur.
- Ini menyebabkan perubahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah Perairan Barat.
Kondisi Suhu Muka Laut pada Kondisi Normal
Pada tahun-tahun normal, Suhu Muka Laut (SST) di sebelah Utara dan Timur Laut Australia ≥28°C sedangkan SST di Samudra Pasifik sekitar Amerika Selatan ±20°C (SST di Pasifik Barat 8° – 10°C lebih hangat dibandingkan dengan Pasifik Timur).
- Angin di wilayah Samudra Pasifik Ekuatorial (Angin passat Timuran) dan air laut di bawahnya mengalir dari Timur ke Barat. Arah aliran timuran air ini sedikit berbelok ke Utara pada Bumi Belahan Utara dan ke Selatan pada Bumi Belahan Selatan.
- Daerah yang berpotensi tumbuh awan-awan hujan adalah di Samudra Pasifik Barat, wilayah Indonesia dan Australia Utara.
Dampak positif
Sementara itu, Kepala Ekspedisi Mirai, Dr Keisuke Mizuno,
mengatakan, terjadi penyimpangan cuaca dapat memberi dampak
yang positif bagi sektor perikanan. Karena pada masa itu terjadi
migrasi ikan tuna ke wilayah Indonesia.
Saat La Nina suhu muka laut di barat Samudera Pasifik hingga
Indonesia menghangat. Kondisi ini mendorong ikan tuna dari Pasifik
timur yang dingin bergerak masuk ke kawasan timur Indonesia.
Seperti dikemukakan Dwi Susanto, pakar cuaca BPPT, belum lama
ini, perairan barat Pasifik selama ini diketahui merupakan kawasan
yang memiliki kelimpahan ikan tuna tertinggi, mencapai 70 persen
stok ikan tuna dunia.
Sebaliknya, ketika terjadi El Nino, ikan tuna di Pasifik bergerak ke
timur. Namun, ikan yang berada di Samudera Hindia bergerak masuk
ke selatan Indonesia. Hal itu karena perairan di timur samudera ini
mendingin, sedangkan yang berada di barat Sumatera dan selatan
Jawa menghangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar